Saya tidak tahu apakah ini merupakan ujian atau anugerah dari Tuhan. Tetapi peristiwa ini bagi saya cukup mengherankan. Suatu kebetulan yang cukup aneh.
Sampai dengan saat ini saya belum mendapat karunia berupa penempatan kerja di kampung halaman sendiri (Bismillah. Moga-moga harapan saya terkabul). Oleh karena itu saya termasuk jarang berada di kampung sendiri.Mungkin paling banter frekuensinya setahun 2 kali saja.
Tapi dalam momen pulang kampung yang sebenarnya terbilang cukup jarang itu ternyata saya mengalami kejadian yang boleh dibilang cukup menarik. Dalam dua kesempatan pulang kampung dengan waktu yang berlainan itu saya dua kali didatangi oleh tetangga yang minta tolong untuk mengantar keluarganya ke rumah sakit (sayang salah satunya tidak tertolong). Dan rupanya peristiwa itu kemudian terulang.
Tetapi kali ini kejadiannya adalah di tempat kerja saya di Jakarta. Kejadian pertama adalah ketika ada tetangga kampung yang bekerja di Jakarta sakit. Karena kalau harus membesuk ke Jakarta terlalu jauh, maka Ibu saya menyuruh saya yang membesuknya. Walaupun jaraknya cukup jauh (saya di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, sedangkan tetangga saya dirawat di RS Sumber Waras, Jakarta barat. Dan pada dasarnya saya orangnya malas bepergian), saya tetap menyempakan diri pergi ke rumah sakit itu (dalam keadaan seperti ini setan pasti bekerja sangat keras mencegah saya melakukan tugas mulia ini).
Alkhamdulillah akhirnya semua berlangsung sesuai rencana. Sayang sekali pada akhirnya tetangga saya yang sakit itu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Tetapi saya masih bisa mensyukuri satu hal, yaitu bahwa saya masih sempat membesuknya sesuai perintah ibu. Jadi saya dan Ibu saya tidak dihinggapi rasa penyesalan walaupun tentu saja hati kami sangat sedih saat tetangga kami itu berpulang.
Rupanya kejadian demi kejadian yang mirip ini belum berakhir di sini saja.
Peristiwa terakhir yang saya alami juga tidak jauh berbeda dengan yang sudah-sudah. Saat saya mengantar anak saya periksa ke sebuah klinik saya menunggu di mobil karena parkiran penuh.Beberapa saat kemudian saya melihat seorang ibu dengan seorang perempuan yang masih muda menggendong anak kecil yang terus menangis.
Mungkin umur anak itu sekitar 3 atau 4 tahun. Saya menduga mereka adalah ibu dan anak bersama pembantunya.Mereka tampak kebingungan. Menelepon berkali-kali dengan roman muka memperlihatkan rasa cemas. Lama saya perhatikan. Saya pikir merka sedang menunggu jemputan atau angkutan umum.
Setelah bolak-balik menelepon kemudian si ibu sepertinya menuju ke arah saya. Mungkin mau menanyakan sesuatu. Rupanya tebakan saya salah. Ternyata ibu itu mau minta tolong diantar ke UGD-Rumah Sakit Islam Pondok Kopi mengantar anak kecil tadi. Dia baru saja mengalami musibah meminum cairan pembersih lantai merk Vi*al. Anak itu hanya tinggal dengan pembantunya di rumah. Bapak dan ibunya kedua bekerja. Saat itu kedua orang tuanya sudah ditelepon dan sedang dalam perjalanan pulang. Makanya si pembantu minta tolong ibu tadi untuk diantar ke klinik.
Klinik itu sendiri menyatakan tidak sanggup menangani dan menyuruh anak itu di bawa ke UGD-RSI Pondok Kopi. Tetapi saking tergesa-gesanya waktu berangkat, rupanya si ibu dan pembantunya tadi lupa membawa uang sehingga tidak ada ongkos untuk naik taksi.
Tentu saja setelah mendengar cerita ibu itu saya langsung mempersilahkan mereka masuk. Setelah memberitahu istri saya, secepatnya saya langsung menuju ke rumah sakit itu.
Alkhamdulillah jalanan cukup lancar. Jadi kira-kira seperempat jam kemudian kami sudah sampai di depan ruang UGD.
Anak itu segera ditangani oleh petugas. Ibu tadi berkali-kali mengucapkan terima kasih dan memohon maaf telah merepotkan. Tentu saja saya jawab bahwa saya sama sekali tidak merasa direpotkan dan malah merasa senang. Memang demikian itulah adanya.
Ibu itu sepertinya merasa bahwa saya sangat berjasa dan telah berbuat baik. Setelah itu kamipun berpisah.
Seandainya saya bertemu dengan ibu tadi, saya ingin katakan kepada beliau begini: Ibulah yang paling berjasa di sini. Ibulah yang membawa anak itu ke klinik, ibu juga yang meminta saya mengantar anak itu ke rumah sakit. Selanjutnya ibu pula yang merawat dan menjaga anak itu di UGD.
Saya hanya salah satu obyek dari rangkaian kebaikan ibu. Di sini ibu adalah subyeknya, pemeran utama dari lakon tentang perbuatan mulia ini. Saya hanyalah pemeran pembantu saja. Atau malah cuma figuran.
Saya berharap kedua orang tua anak itu berterima kasih mempunyai tetangga seperti ibu tadi. Tidak hanya kedua orang tua anak itu, sayapun seharusnya turut mengucapkan terima kasih karena telah dilibatkan dalam amal perbuatan baiknya.
Dan tentu saja saya tidak lupa bersyukur kepada Allah telah diberi kesempatan berbuat baik.
Demikianlah rangkaian cerita yang melibatkan mobil saya.
Sekali lagi seperti sudah saya kemukakan di awal cerita ini, saya tidak tahu ini merupakan ujian atau anugerah dari Yang Maha Kuasa.
Tetapi karena setiap sehabis mengalami peristiwa demi peristiwa hati kami merasa puas dan bahagia, maka kami menjuluki mobil kami sebagai MOBIL PENUH BERKAT ...